Jumat, 16 Juli 2010

INFO BISNIS RETAIL

Ada 77 Perkara Ritel

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah menangani 27 dari 66 laporan atau perkara yang berkaitan dengan praktik monopoli industri ritel di Indonesia.

Anggota KPPU Didik Akhmadi mengatakan telah melakukan kajian terhadap sejumlah persoalan yang berkaitan dengan industri ritel. Bahkan, sudah melakukan tindakan hukum terhadap salah satu industri ritel Indonesia yakni Carrefour, beberapa waktu lalu.

Saat itu, Carrefour dinilai telah menghegemoni sistem perdagangan, sehingga memberatkan pasar tradisional. Perusahaan ini punya aturan yang memberatkan makanya kami teliti. Hasilnya, pangsa pasar Carrefour dominan.

Selain itu, KPPU melakukan kajian terhadap implementasi Perpes No.112/2007 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. Perpes 112/2007 memberikan kewenangan yang besar pada pemerintah daerah sebagai ujung tombak implementasi substansi pengaturan ritel di daerah.

KPPU juga mengunjungi sejumlah daerah terkait perkembangan industri ritel seperti halnya Samarinda, Banjarmasin, Balikpapan, Surabaya dan kota-kota lainnya. Secara nasional, jumlah pasar tradisional mencapai 13.450 pasar, dan sekitar 12.625.000 pedagang.

Hal ini berbanding terbailk dengan ritel modern yang mengalami kenaikan baik dari jumlah gerai maupun omset dengan peta sebaran ritel di kota-kota besar di Indonesia mencapai 11.866 pasar modern.

Survei Ritel 2010

Survei Edelman Trust Barometer menunjukan adanya penurunan kepercayan para pemangku kepentingan (stakeholder) terhadap bisnis ritel pada 2010.

Tingkat kepercayaan terhadap sektor bisnis ritel mengalami penurunan bila dibandingkan tahun lalu. Survei tahun lalu menunjukan tingkat kepercayaan mencapai 81 persen kini turun menjadi 75 persen.

Wakil Presiden Direktur IndoPacific Edelman, Bambang Chriwanto mengatakan, penyebab turunnya kepercayaan terhadap bisnis ritel ini, salah satunya karena masalah persaingan usaha yang belum dituntaskan.

“Misalnya, masalah antara pasar modern dengan pasar tradisional, yang sampai saat ini masih belum terselesaikan. Saat ini, para ’stakeholders’ menginginkan transparansi dalam masalah ini,” katanya.

Secara garis besar, survei menunjukan adanya tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap bisnis di Indonesia dibandingkan dengan negara lain.

Bambang mengatakan, beberapa sektor mengalami peningkatan kepercayaan yang cukup kuat. Misalnya sektor teknologi, tingkat kepercayaannya meningkat dari 81 persen menjadi 90 persen, sehingga menjadi bisnis yang paling dipercaya mengalahkan otomotif.

“Seiring dengan perkembangan teknologi, disisi lain, ini berarti kebijakan yang dilakukan perusahaan sektor ini mendapatkan apresiasi dari masyarakat, sehingga mendorong tingkat kepercayaan,” katanya.

Sektor otomotif menduduki peringkat kedua dengan tingkat kepercayaan mencapai 85 persen. Meski dihantui dengan produk bermasalah mobil dari Toyota motor di AS, kepercayana terhadap industri ini di Indonesia masih cukup tinggi.

Untuk kepercayaan kepada kalangan perbankan masih cukup tinggi mencapai 84 persen. Bambang mengatakan, terjaganya kehati-hatian perbankan dalam mengelola dana nasabah membuat perbankan tetap dipercaya.

“Hasil ini secara signifikan melebihi tingkat kerpercayaan dimanapun di Asia atau secara global,” katanya.

Direktur IndoPacific Edelman, Mayang Schreiber menambahkan, kepercayaan terhadap binis media juga masih tinggi yang mencapai 83 persen. Diikuti dengan binis farmasi dan makanan.

Untuk binsis farmasi terjadi peningkatan dari 77 persen pada 2009, menjadi 82 persen pada 2010 ini. Sementara, untuk makanan juga terjadi peningkatan kepercayaan dari 67 persen menjadi 78 persen.

Untuk bisnis energi, kesehatan, manufaktur dan asuransi tingkat kepercayaannya masih terjaga. Untuk sektor energi, tingkat kepercayaan mencapai 78 persen. Sedangkan kesehatan 75 persen. Untuk manufaktur dan asuransi masing-masing 68 persen dan 59 persen.

Potong Rantai Distribusi

Pemerintah daerah harus membantu para pedagang kecil memperpendek mata rantai distribusi barang dari produsen sehingga mereka mampu bersaing dengan toko-toko jejaring besar atau ritel.

Penggagas perniagaan berkeadilan (fair trade) asal Jogja, Amir Panzuri mengatakan, salah satu faktor kalah bersaingnya toko-toko milik masyarakat dengan toko jejaring karena mereka memasang harga barang lebih mahal dari toko-toko berjejaring.

Biasanya pedagang kecil membeli barang dagangan dari grosir dan sudah melewati sejumlah rantai distribusi, sedangkan toko berjejaring mereka mempunyai kemampuan untuk langsung memotong distribusi ke produsen sehingga selisih harga cukup tinggi.

Kata Amir, pemerintah dapat memfungsikan Dinas Perdagangan dan Perindustrian atau membentuk lembaga lain yang berfungsi sebagai fasilitator dan penghubung dengan produsen sehingga jalur distribusi tidak panjang.

“Para pedagang kecil kemudian dapat mengambil barang atau kulakan di tempat itu,” kata Ketua Asosiasi Pengembangan Kerajinan Republik Indonesia (Apikri) Jogja ini.

Carrefour Tambah 20 Gerai

Carrefour akan ekspansi 20 gerai pada properti milik Trans Corp dalam jangka menengah lima tahun ke depan, setelah anak perusahaan Grup Para itu mengakuisi 40 persen saham perusahaan ritel asal Prancis itu.

Menurut Dirut PT Carrefour Indonesia, Shafie Shamsuddin, alasan Carrefour mengambil mitra lokal, karena Carrefour perlu banyak toko baru. “Sebelum Ramadhan tahun 2010, Carrefour akan membuka gerai di Trans Studio, Makassar,” katanya.

Lokasi yang dipilih, yakni lantai dasar Trans Studio. Luasnya sekitar 7.000 m2. Tokonya akan dibuka sebelum Lebaran.

Selain ekspansi gerai bersama Trans Corp, Carrefour berencana menambah 13 gerai baru, antara lain di Mojokerto (Jawa Timur) dan beberapa kota lainnya di Indonesia. Saat ini, Carrefour telah memiliki 81 gerai di seluruh Indonesia.

Shafie menyampaikan komitmen Carrefour untuk memperbaiki hubungan dengan para pemasok, yang diakuinya, kurang baik, terkait persyaratan perdagangan yang diterapkan perusahaan. Saat ini jumlah pemasok mencapai sekitar 4.000 perusahaan kecil, menengah, maupun besar

Omzet Ritel 2010

KETUA Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Benjamin Mailool memperkirakan pertumbuhan omzet ritel pada 2010 bisa mencapai 20 persen karena kondisi perekonomian yang mulai membaik setelah krisis.

“Pada 2010 saya melihat akan tetap lebih baik dari 2009, sebab 2009 ada dampak krisis global dan pemilu, jadi harusnya 2010 kondisi akan lebih baik. Pertumbuhan ritel bisa mencapai 20 persen dari sisi nilai penjualan,” katanya.

Benjamin menjelaskan selama 2009 ini pertumbuhan omzet ritel agaktertahan karena pelaku banyak berhati-hati dalam melakukan ekspansi tokonya. Namun, tahun depan peritel diperkirakan akan lebih ekspansif mengingat sektor properti terutama pembangunan mal juga mulai kembali berkembang.

“Kalau berdasarkan data dari Nielsen, sampai kuartal III nilai penjualan ritel sudah mencapai 80 triliun. Tahun ini, ritel bertumbuh15 persen. Tahun depan minimum tumbuh 20 persen,” ujarnya.

Benjamin menjelaskan peluang ekspansi gerai ritel di Indonesia masih sangat besar karena rasio jumlah penduduk dengan jumlah pasar tradisional maupun peritel moderen masih sedikit.

“Kalau lihat rasio jumlah pasar tradisional dan jumlah penduduk yang dilayani ritel masih kecil, terkecil di Asia Pasifik. Jadi, sekitar satu juta penduduk hanya dilayani 52 anggota kami. Sedangkan di tempat lain seperti Singapura, satu juta penduduk dilayani 150 sampai 200 peritel,” tuturnya.

Ekspansi ritel moderen kedepannya, lanjut Benjamin, akan difokuskan ke luar pulau Jawa karena saat ini sekitar 60-70 persen gerai ritel moderen terletak di pulau Jawa.

Beberapa daerah yang berpotensi menjadi tujuan investasi ritel antara lain Medan, Palembang, Riau, dan Padang. “Kota-kota seperti Jayapura juga sudah mulai menyatakan minat (untuk dimasuki ritel moderen). Jadi, dua tahun lagi akan ada di Kupang, NTB, di Ambon juga ada,” tambahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar