Detil, secara umum dapat saya artikan sebagai hal-hal yang kecil, rinci dan teliti. Secara mudah saya memaknai “Retail is Detil” sebagai bisnis ritel yang menuntut pelakuknya untuk memperhatikan hal-hal yang kecil, secara rinci dan teliti. Ini karena pada dasarnya bisnis ritel adalah bisnis recehan. Bisnis yang keuntungannya berasal dari kumulasi berbagai nilai yang relatif kecil atau sedikit. Sedangkan hal-hal yang kecil atau sedikit itu adanya pada bagian-bagian yang nylempit atau menyisip atau tersembunyi pada bagian-bagian yang rinci, dan oleh karena itu perlu ketelitian untuk mampu melihat atau meraihnya.
Bagi pengusaha atau mereka yang bergerak di bidang usaha ritel, pasti paham bahwa bisnis ritel adalah tipikal sebuah bisnis yang membutuhkan perhatian lebih pada urusan-urusan detil. Meski sebenarnya bukan juga monopoli usaha ritel. Usaha apapun pasti membutuhkan perhatian pada hal-hal detil. Hanya saja untuk bidang usaha peritelan, masalah perdetilan ini memang lebih nampak terlihat dan terjalani sebagai bagian tak terpisahkan dari berjalannya bisnis itu sendiri.
Direncana atau tidak, disadari atau tidak, diketahui atau tidak, perdetilan itu ada di sana sebagai sumberdaya (resource) yang akan menentukan banyak atau sedikitnya keuntungan. Tinggal pandai-pandainya sang pelaku bisnis untuk menangkap dan mendayagunakan.
Sekedar untuk menyebut sebagian saja dari banyak contoh, ilustrasi berikut ini akan memperjelas tentang perdetilan itu.
- Uang recehan Rp 100,- barangkali tidak berarti banyak dalam laku keseharian kita. Dalam kenyataannya kini uang receh cepek-an ini semakin sulit diperoleh. Tapi jika menyangkut sebuah komoditi (katakanlah permen atau makanan kecil) yang harga jualnya Rp 500,- atau Rp 1.000,- maka uang cepek itu nilainya adalah 20% atau 10%. Belum lagi kalau menyangkut uang kembalian yang nilainya setara dengan sebiji atau dua biji permen. Kalau saja ada 100 orang yang transaksinya menyisakan plus atau minus Rp 100,- maka nilainya menjadi tidak lagi kecil. Karena itu, uang kecil ini perlu dikelola dengan baik dan teliti, baik demi kepentingan penjual maupun pembeli.
- Kulakan gula karungan tentu lebih murah dibanding kulakan gula kiloan. Meski selisihnya relatif kecil, tapi kalau frekuensi kulakannya sering dan dalam jumlah banyak tentu menjadi besar. Setelah dikulak pun masih menuntut ketelitian dan ketekunan untuk memecah menjadi bungkusan plastik setengah atau sekiloan. Takarannya minimal harus pas atau untuk amannya dilebihkan sedikit. Aman dalam pengertian agar tidak mengurangi takaran timbangannya. Aktifitas ini memang rentan terhadap laku curang mengurangi berat timbangan, meski itu hanya seperempat sendok. Kenapa dilebihkannya hanya sedikit? Sebab kalau kebanyakan nanti jangan-jangan jumlah plastikannya jadi kurang, artinya kerugian. Karena berat sekarung gula 50 kg mestinya kalau dibungkus sekiloan menjadi 50 kilo pas. Tidak lebih, tidak kurang.
- Setiap jenis (atau biasa disebut item) barang, variannya luar biasa banyaknya. Ambil contoh sabun. Pertama berdasarkan merek, kedua bentuknya (padat atau cair), ketiga ukurannya (berat atau isi), keempat aromanya atau mungkin kegunaannya. Belum lagi untuk jenis tertentu ada diskon harga atau harga promosi atau ada bonus. Masing-masing memerlukan penanganan yang teliti baik dari segi harga jual, margin keuntungan, input data ke dalam sistem, pemajangan (display) di rak, penataan agar menarik, penanganan kalau ada yang rusak, dsb.
- Penempatan atau penyimpanan stok untuk setiap item barang juga memerlukan kejelian dan ketelitian. Bagaimana agar mudah dicari, diambil, diperiksa, tidak mengganggu tampilan, rapi, aman (antara lain dari hujan dan tikus). Ketidakteraturan dalam penyimpanan stok bisa berakibat barang terselip, dikira stok sudah habis, tidak tahunya sebenarnya masih ada. Ketidakrapian juga bisa berakibat stok rusak, sehingga perlu dikelola tersendiri untuk dikembalikan atau dilakuan penukaran misalnya. Kalau tidak, maka bisa berarti kerugian. Meski seringkali menyangkut barang kecil dan “tidak seberapa” harganya, tapi kalau terakumulasi menjadi banyak.
- Memasukkan data pembelian (kulakan) ke dalam sistem. Seringkali ada jenis barang tertentu yang diberikan diskon khusus atau bonus tambahan. Terkadang hanya 0,5% atau malah 0,25%. Angka-angka kecil dan njlimet seperti ini pun perlu ditangani dengan teliti dan jangan sekali-kali diabaikan. Sebab (sekali lagi) ketika diakumulasi untuk sekian tumpuk barang, nilainya menjadi besar. Bahkan ketika kulakan pun tawar-menawar diskon dengan sales atau pemasok bisa alot hanya untuk angka-angka “receh” seperti itu.
- Penataan barang dagangan di atas rak juga perlu sentuhan seni tersendiri, agar menarik dan enak dipandang oleh pembeli. Harapannya tentu agar konsumen “tergoda” untuk melihat, mengambil, lalu memasukkannya ke dalam keranjang belanja. Penataan atau penampilan yang kurang diperhatikan oleh toko, bisa menyebabkan calon pembeli enggan mendekati, karena kotor misalnya, atau tergeletak tidak beraturan.
- Rak atau lemari kaca yang tidak tersusun baik, bola lampu putus atau penerangan yang seadanya, lantai yang kotor, cara berpakaian pelayan yang tidak rapi, susunan pengelompokan barang yang berantakan, sistem suara yang sember, perilaku pelayan yang masa bodoh, semuanya adalah hal-hal kecil dan perlu ditangani secara rinci dan teliti. Malah terkadang memberi kesan kelewat reseh. Tapi ya memang seperti itulah hal-hal detil yang tidak boleh diremehkan.
- Hal-hal administratif pun bisa menjadi penentu bagi kelancaran usaha ritel, termasuk absensi, catatan kinerja, urusan kepegawaian, pengarsipan, dsb, meski terkadang hanya menyangkut selembar atau dua lembar kertas.
Hal-hal tersebut di atas hanyalah sedikit contoh dari urusan detil yang kalau mau ditulis daftarnya menjadi sangat panjang. Mereka yang sudah bergerak di bisnis ini tentu sangat memahami rumit dan njlimet-nya. Intinya bahwa bisnis ritel adalah bisnis yang mengurusi hal-hal kecil, rinci dan teliti sebagai sumberdaya keuntungannya. Oleh karena itu, menjadi rumusan baku bagi pengusaha bisnis ritel ketika hendak menggapai sukses, bahwa kapakno-kapak (diapa-apapun juga) “Retail is Detail”, njlimet tapi perlu.
Dan, seninya adalah bahwa untuk setiap toko di setiap lokasi dan untuk setiap jenis komoditi akan memerlukan tingkat kedetilan yang berbeda. Bahkan setiap orang atau pengelola pun mempunyai “gaya” berbeda dalam mengelola perdetilan itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar